Pages

Friday, June 5, 2009

Judul Skripsi Saya Sensualitas Jangan di Sentil Lagi

TANPA terasa semester delapan datang juga, dan untuk mendapatkan gelar sarjana dari jurusan mass communication ini suka tidak suka saya harus menyusun sebuah skripsi. Sebelumnya saya sempat diberi wejangan oleh ibunda, tante, kakak, dan para senior serta teman-teman yang sudah pernah merampungkan studi S1-nya . Menurut mereka, “Menyusun skripsi bukan hanya soal teori dan aplikasi pada penelitian, tapi lebih dari itu, kamu harus bertarung dengan banyak hal. Ada saja kendala yang akan menghadang nantinya, tapi kamu pasti bisa dan harus bisa melewati itu”, so sebenernya mereka mau bilang, “semangat yaaa ngerjain skripsinyaaa”. 

ANYWAY, setelah dijalani beberapa bulan terakhir ini, sepertinya menyenangkan mengerjakan skripsi. Mungkin karena saya tau apa yang saya mau. Maksudnya, dari awal perbincangan dengan si dosen pembimbing pun saya sudah jelas-jelas menyatakan, “Pak, saya ini tertarik dengan sesuatu yang berhubungan dengan komunikasi visual, sesuatu yang berbau feature, menyerempet tentang gender (wanita)”. Gayung bersambut, pak dosen pembimbing sepertinya memang memiliki banyak wawasan tentang hal-hal yang menarik perhatian saya. Setelah sekian lama berjibaku mencari referensi, diskusi-diskusi panjang dengan pak dosen pembimbing serta rekan-rekan dan kerabat, akhirnya diputuskan saya akan meneliti tentang pencitraan wanita. 

CITRA SENSUALITAS PEREMPUAN PADA MAJALAH WANITA judul pertama yang saya tulis ketika mengajukan approval judul. Hasilnya? Di tolak mentah-mentah oleh pihak kampus (padahal dosen pembimbing sangat bersemangat dengan judul yang satu ini). Sangat disayangkan karena saya sudah membaca beberapa referensi dan teori-teori yang berhubungan, semiotika misalnya. Namun kata “sensualitas” itu sepertinya diasumsikan sebagai sesuatu yang sangat negatif hingga jika saya yang seorang perempuan juga meneliti topik itu menjadi kurang pantas dan tidak enak untuk dibahas. Begitu kiranya sanggahan dari ibu chief coordinatior thesis defence di kampus saya, tentunya juga diiringi dengan pesan-pesan sponsor dari owner bahwasanya sensualitas janganlah lagi disentil-sentil, kesannya tidak positif. 

BETAPA keukeuh-nya saya dengan sensualitas. Mengapa harus sensualitas? Kenapa di majalah wanita dan bukan majalah pria dewasa. Oke, alasan pertama adalah karena sudah pernah ada yang meneliti citra sensualitas perempuan di majalah pria. Alasan kedua adalah karena memang pada realitanya (realita hasil bentukan media yang bersangkutan) perempuan di gambarkan sebagai sosok yang sensual!. Jika di majalah pria yang memang sengaja mencari gambar-gambar sensual sebagai ajang “cuci mata” sepertinya nalar saya masih bisa menerima. Akan tetapi, apa maksudnya jika majalah wanita sendiri yang belakangan banyak mem-bombardir mind set perempuan tentang kesetaraan gender masih tersebar gambar-gambar sensual? 

I MAY BE NAIF. Tapi terus terang saja, saya sangat penasaran. Saya seseorang yang memiliki tingkat sok tau pada level 8, seringkali secara spontan membuat teori sendiri. Bahwa tidak ada media yang menjalani fungsi utamanya lagi, dan idealisme omong kosong itu tenggelam diantara para kapitalis yang menjadi otak dari semua pemberitaan yang ada. Nah, berbuhubung saya ini sok tau, jadi saya
kepingiiiiin banget sebenarnya meneliti topik ini secara ilmiah. Lengkap dengan teori-teori dan kutipan-kutipan menarik dari berbagai ahli di bidang komunikasi yang menggugah pemikiran (dan pada akhirnya akan merontokkan, membuat bingung dan memanipulasi pikiran beberapa orang hehe :P). 

TAPI yaaah…Citra Kemandirian Perempuan Pada Majalah Wanita tak kalah seru. Hihihi beruntung saya gemar main monopoly waktu kecil dulu, tak ada rotan akar pun jadi. Sensual ga boleh di sentil, mari kita serempetkan saja sekalian kearah yang lebih “positif” dan menjurus hehehe. 

1 comment:

  1. ahahaha pasti kalo sensual lebih seru tuh des hihi smangat skripsinya! :)

    ReplyDelete