Pages

Sunday, September 27, 2009

Nikita Willy dan Tante-tante umur 30-an

Sebelumnya, "kulo nyuwun pangapuro, nggih mbak yu.."

Bagi para perempuan yang umurnya sudah hampir menginjak 30 atau sudah diantara 30 something. Bukan bermaksud menyindir soal umur, lha wong saya ini juga kan perempuan, omong-omong soal umur memang sering membuat senewen, hehehe.

Ada beberapa alasan mengapa dari dulu saya tidak kepingin untuk ikutan bekerja di industri media TV, production house yang memproduksi sinetron dan infotainment khususnya. Idealisme saya lumayan alot (keras) dalam sisi "mencerdaskan kehidupan bangsa". Yah, walaupun pekerjaan saya sekarang ini juga bisa dikatakan bagian dari komplotan "pembodohan massa", tapi setidaknya, yang saya kerjakan bersifat verbal. Tulisan. Hahaha, ngeles sih memang.

Beberapa hari terakhir ini saya merasa tergugah dengan salah satu stasiun TV, yang sepertinya pemasukan nomer satunya adalah dari sinetron-sinetron berseri panjang itu. Disanalah saya melihat sosok nikita willy. Kalau si mba shanti ga bilang, "dek, tau ga sih, si nikita willy itu kan umurnya masih 15 taunan gitu". Saya benar-benar terkejut! Saya pikir dia seumuran dengan saya, yah at least 20 years old!.

Masih dengan memegang erat stoppless berisi kue sagu mocca, dengan wajah bingung dan mata yang sok dilebar-lebarkan (yaah, mau bagaimana lagi, saya memang sipiit, hhh), saya sedikit menjerit, "'Bo'ong lo mbak! Gak mungkin! Dia kan seumuran sama aku!" masih dengan pd jaya saya berseloroh.

Si mbak Shanti yang sepertinya, gemes melihat ekspresi saya langsung menyodorkan tabloid gosip terbaru. Dibukalah lembaran-lembaran itu, dan berkatalah Ia, "Tuh baca tuh! Ga percaya banget sih!". Masih dengan mata nanar dan mulut penuh dengan kue sagu, saya hanya bisa pasrah sembari manggut-manggut keheranan.

Dipikir-pikir si niky (hihihi maaf ya mbak nikita willy, saya sok akribs) ini memang kelewat bermuka boros sepertinya. Gaya-nya sangat meyakinkan dia seumuran dengan saya bahkan lebih tua! Heran deh disaat perempuan berlomba-lomba tampil awet muda diusia menjelang 30-an, si niky malah dengan rela menjadi kelihatan tua 5 tahun daripada umur aslinya.

Beberapa sepupu saya, kebetulan lahir di tahun akhir70-an atau awal 80-an. Kebanyakan dari mereka sudah punya buntut paling tidak satu momongan lah. Hm, tapi tidak satu pun dari mereka happy dipanggil tante. "Berasa tuaa banget gitu deh. Kalo bukan keluarga yang manggil, gw bisa sewot seharian tuh!", begitu pengakuan salah satu sepupu yang tahun ini usianya genap 30.

Lalu, saya jadi terheran-heran. Jika si niky diumurnya yang belum 17 tahun sudah berlagak seperti tante-tante, bagaimana nasibnya nanti jika memang sudah benar-benar dewasa? Ini sebenarnya salah ibu si artis yang kelewat oportunis (bravo!) atau memang abg-abg ini berwajah boros?

Huaduh, jangan-jangan saya termasuk abg yang boros nih?! Sepertinya iya, berat badan saya sepertinya kelewat boros hahhaha....

Saturday, September 26, 2009

Selamat Datang Deadline Baru!

Tiba-tiba saya tersadar, besok tanggal 28 September. Gak ada yang terlalu spesial di tanggal itu, hanya saja besok hari pertama masuk kerja. Which is bagi saya adalah hari pertama cobaan baru setelah bulan puasa.

Apalagi selain pertarungan abadi menembus jutaan umat berkendara yang bertarung di jalan tol cikampek-jakarta?!. Belom lagi para mudikers bikers itu juga pasti sudah mulai kembali menjadi bikers ugal-ugalan, hhh....

Jika tulisan ini saya lanjutkan, sepertinya dalam 30 menit saja, saya sudah bisa membuat 3 halaman penuh daftar keluhan hidup, hahaha....Well, enough!Tiba-tiba teringat, begitu masuk nanti sudah deadline edisi selanjutnya, hm kalo gak salah sih, yaah edisi 18 ahhaha saya saja sampai lupa. Temanya "Art". Tidak begitu berpengaruh dengan artikel tentang pekerjaan yang harus saya tulis.

Gak nyambung sama sekali. Kemarin, sebelum rapat redaksi lumayan kepikiran menyambungkan kata art itu sendiri dengan sebuah jargon di dunia kerja. Marketing mungkin, atau leadership, atau...well, hhhh...apapunlah. Tapi setelah berdiam diri, mendengarkan cerita-cerita di ruang dosen, saya kepikiran mencari hubungan antara keluarga dan karir.

Jadi, dengan yakin saya berkata kepada project manager edisi ini, "Mba gadis, aku mau nulis family vs career ya buat artikel YC ku". Disambut dengan cengiran mantab dari si project manager, yang kebetulan juga sudah stuck dengan beberapa hal.

Nah, sekarang matahari sudah turun, saya masih belum melanjutkan tulisan itu. Kemarin, dengan semangat 45, secara malem minggu kali ini dengan suksesnya home alone, saya sempat membuat teaser artikel. Begitu cantik dan bersemangat isinya. Lagi-lagi saya sedang diberikan ujian oleh Tuhan, teaser ciamik dan menggugah itu pun saya close dari jendela microsoft word tanpa ba..bi..bu...dan tanpa menekan kotak save!

Duduk kembali menekuri layar laptop yang naujubilah gedenya ini (yah, agak norak sih, biasanya mata saya hanya terpaku di 8,9" saja) tampaknya tidak memberikan efek positif apapun. Malahan sekarang saya bingung, apa yang bisa dihubungkan dan diceritakan antara keluarga dan karir.

Jadi, apa ya masalahnya keluarga vs karir?? Anyone?? Hhh

Friday, September 25, 2009

The Writer

Yes I'm a writer. Well, hingga saat ini hal-hal yang saya kerjakan adalah tak jauh dari menulis dua halaman rubrik tentang pekerjaan, berita lifestyle (yang bukan tak lain dan tak bukan adalah acara launching produk, serta konser-konser musik), rubrik zodiac ( ini untuk sementara, kebetulan mbak editor bahasa lagi sibuk belakangan), sedikit teaser dan daftar harga barang di rubrik barang-barang pilihan redaksi dan masih banyak lagi.

Belakangan ini saya teringat dengan jaman SD dulu, ketika rambut ini masih panjang dan Ibunda sering mengepangnya menjadi dua. Dari semua pelajaran yang diajarkan, saya hanya tertarik dengan tiga diantaranya, yaitu bahasa Indonesia (lebih ke mengarang), bahasa inggris, dan IPS. Bukannya saya benci matematika, yah pelajaran yang satu ini selalu membuat saya tertantang, tapi sensasinya berbeda ketika saya mengerjakan semua tugas mengarang.

Entah saya ini terlalu detail atau memang daya imaji yang kadang berlebihan, tapi saya paling suka diberi kebebasan bertutur baik dengan tulisan dan perkataan hahaha. Ingatkah Anda ketika diberi tugas mengarang dalam pelajaran bahasa, kata apa yang selalu menjadi awalan karangan apik, satu lembar folio itu? Kebanyakan orang akan menulis seperti ini:

"Pada suatu hari…" atau jika itu bahasa inggris maka akan diterjemahkan menjadi "Once upon a time…."

Klise dan monoton. Tidak berlaku bagi saya, selalu mengindari kalimat-kalimat itu. Mungkin bagi Anda yang gemar menulis juga, pasti memiliki pengalaman yang sama dengan saya. Saya mendadak rindu dengan romantisme ulangan umum jaman masih SD dulu. Dimana para siswa-siswi akan diberikan tugas mengarang di akhir soal, yang diwakili dengan 4 gambar yang berkesinambungan. Saya terus terang suka dengan soal ini. Jawabannya terserah. Terserah masing-masing orang akan berimaji seperti apa dan akan menulis apa. Saya suka membaca hasil akhir teman-teman sekelas dan membandingkan dengan karya saya. Hhhh…jaman sd…


 

Monday, September 7, 2009

aksi=reaksi

“Sebuah aksi akan menciptakan reaksi” dikutip dari Ary Ginanjar of ESQ

Well, saya bukan orang yang religius, I would like say that. Tapi saya cukup spiritual. Saya percaya adanya Tuhan, surga, neraka dan semua nabi serta malaikat-Nya. Bagi saya agama adalah sebuah sugesti. Sugesti tingkat tinggi tentunya. Agama itu perlu, agar manusia punya pegangan secara mental dan batin. 

Dengan sugesti manusia menjadi lebih yakin dan karena itulah agama sering kali disebut keyakinan. Manusia butuh pembenaran, sekaligus butuh aturan-aturan. Dikatakan aturan jika sesuatu itu memiliki batas, dan sesuatu yang dibatasi tidak nikmat adanya. Akan tetapi aturan tersebut ternyata memang diperlukan manusia, untuk mengingatkan bahwa manusia adalah homo sapien. Mahluk sosial yang tidak bisa berdiri sendiri. Homo sapien bagi saya memiliki arti lebih dari sekedar mahluk sosial. Manusia tidak baik jika menjadi pribadi yang egois. Mengapa? Karena manusia mahluk sosial yang hidupnya pasti akan menyangkut hidup orang lain. Jika salah satu manusia itu egois maka temannya pasti akan mendapatkan dampaknya (baik atau buruk) dan begitu juga sebaliknya. 

Agama dan logika adalah dua hal yang tidak dapat disandingkan dengan serasi. Logika ada sebelum agama dan agama pun ada sebelum logika. Namun, ada kalanya pembicaraan agama tidak dapat dikaitkan dengan logika matematika. Maka jangan heran, jika banyak professor cerdas diluar sana yang pada akhirnya memilih untuk tidak memeluk agama apa pun. Mereka bukannya tidak punya keyakinan, tentu mereka punya. Tapi mereka memilih untuk tidak yakin dengan sesuatu yang tak kasat mata, sesuatu yang diawang-awang dan tidak dapat dibuktikan dengan teori-teori dan analisa. 

Hidup adalah pilihan, dan semua mahluk hidup bebas memilih jalannya masing-masing. Hanya saja dengan akal pikiran (brainware, ahahhaa I always say that) yang dikaruniai Tuhan (apa pun sebutan Anda), sudah sepantasnya manusia bisa melihat mana yang benar dan yang salah. Menurut hemat saya tidak ada yang mutlak di dunia ini selain Tuhan, semua jawaban benar dan salah adalah relatif. Tergantung dari sudut pandang siapa yang mengatakan. Lagi-lagi ini berkaitan dengan logika. Semakin banyak manusia itu belajar (tidak harus melalui pendidikan formal) dan melihat dunia, semakin banyak mereka memiliki referensi dalam bertindak. 

I would like to say think before act and always sure your act is definitely right


-just an opinion from an ordinary young adult-